Keraton Kasepuhan Cirebon

Foto By @iqblmubin

Lokasi: JL. Kasepuhan No.43, Kelurahan Kasepuhan, Kec. Lemahwungkuk, Kota Cirebon 45114
Map: KlikDisini
Buka Tutup: 08.00 – 18.00 WIB
Telepon: 0231 – 225511

Harga Tiket Masuk❤️

  • Senin-Jumat (Pelajar Rp.10.000, Wisatawan Domestik Rp.15.000, Wisman Rp.50.000),
  • Sabtu, Minggu dan hari Libur (Pelajar Rp.15.000, Wisatawan Domestik Rp.20.000, Wisman Rp.70.000)

Berkunjung ke Cirebon wajib hukumnya untuk singgah ke Keraton Kasepuhan, karena keraton inilah ikon sekaligus tonggak sejarah dari Kota Udang ini.

Keraton Kasepuhan ini berlokasi di perbatasan Provinsi Jawa Barat dengan Jawa Tengah dan dibangun di tengah-tengah perpaduan antara budaya Timur dan Barat.

Keraton ini juga dibangun dengan perpaduan ketiga agama besar yang banyak dianut masyarakat pada masa itu, yaitu Islam, Hindu dan Buddha.

Foto By @loca.lola

Sehingga sangat wajar, jika gaya arsitektur bangunan dan benda-benda yang mengisi kompleks istana merupakan akulturasi dari beberapa budaya dan agama berbeda.

Hal itulah yang menjadi daya tarik dari istana ini, sehingga membuatnyabanyak dikunjungi wisatawan, baik buat sekedar menghabiskan waktu libur maupun untuk tujuan penelitian dan penulisan makalah.

Banyaknya wisatawan membuat info, foto serta video dari salah satu istana tertua di kawasan West Java ini dapat dengan mudah ditemui di dunia maya,

Baik lewat website situs-situs wisata serta berbagai sosial media. Hal ini dikarenakan tidak sedikit wisatawan yang mengabadikan kunjungan mereka ke Keraton Kasepuhan dengan mengunggahnya ke media-media online.

Rute Menuju Lokasi❤️

Berkunjung ke Keraton Kasepuhan Cirebon sama sekali tidak sulit, karena lokasi obyek wisata sejarah ini berada di daerah perkotaan, tepatnya di JL. Kasepuhan No.43, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Provinsi Jawa Barat, 45114.

Sehingga selain dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi dapat juga dengan memanfaatkan transportasi umum.

Foto By @danieltamboen

Pengunjung yang berangkat dari Jakarta dengan menggunakan kendaraan pribadi, tinggal masuk ke Tol Cikampek dilanjutkan ke Tol Cipali dengan jarak 103 km.

Setelah Exit dari Tol Cipali lanjut menuju ke Tol Palimanan – Kanci dan keluar di pintu kedua Tol Plumbon.

Saat keluar dari Tol Plumbon itulah Anda sudah berada di wilayah Cirebon sehingga tinggal mengikuti rambu petunjuk arah untuk sampai ke tujuan.

Bagi pengunjung yang memanfaatkan sarana transportasi umum, jika naik kereta api, dari Jakarta dapat menuju ke Stasiun Gambir dan naik KA Cirebon Express atau KA Argo Jati lalu turun di Stasiun Cirebon.

Dapat juga dengan menuju ke Stasiun Senin lalu naik KA Tegal Express, Matramajaya, Tawang Jaya atau KA Majapahit dan turun di Stasiun Perunjakan kota Cirebon.

Di kedua stasiun yang ada di Cirebon tersebut perjalanan bisa dilanjutkan dengan menggunakan angkot.

Untuk yang menggunakan bus, dari Jakarta bisa menuju ke Terminal Pulogadung, Kampung Rambutan, Pasar Minggu serta beberapa terminal lain yang menyediakan bus antar kota jurusan Cirebon.

Sesampai di Terminal Harjamukti Cirebon, lanjutkan perjalanan dengan menggunakan angkot.

Sejarah Singkat
❤️

Foto By @_kataisan

Mengupas tentang sejarah Keraton Kasepuhan, tidak dapat dilepaskan dari asal-usul Cirebon City dan silsilah raja-raja di Kerajaan Cirebon.

Sebagaimana artikel yang tertulis dalam wikipedia, Kerajaan Cirebon adalah kerajaan pertama di Jawa Barat yang bercorak Islam.

Kerajaan ini terletak di kawasan Pantai Utara Pulau Jawa yang merupakan daerah perbatasan antara Jawa Barat dengan Jawa Tengah.

Hal tersebut menciptakan akulturasi kebudayaan, sehingga Cirebon memiliki budaya sendiri yang khas dan merupakan perpaduan antara Budaya Sunda dengan Budaya Jawa.

Lanjut:  Petilasan Sunan Kalijaga di Cirebon

Berdasarkan naskah Babad Tanah Sunda, Carita Purwaka Caruban Nagari serta legenda dan mitos yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, Cirebon awalnya merupakan sebuah dukuh kecil yang didirikan Ki Gedeng Tapa.

Dukuh kecil tersebut akhirnya berubah menjadi kawasan yang ramai dan ditempati para pendatang.

Asal usul nama Cirebon memiliki dua versi. Pertama berasal dari kata “Caruban” yang dalam bahasa Sunda memiliki arti “Campuran”.

Foto By @shnnttadw

Dinamakan demikian disebabkan wilayah ini ditempati oleh pendatang yang merupakan campuran dari berbagai daerah, suku, bahasa, adat istiadat dan agama.

Versi kedua didasarkan pada profesi hampir semua masyarakat pada saat itu, yaitu sebagai nelayan.

Sebagaimana umumnya para nelayan, selain pergi melaut untuk mencari ikan, aktifitas mereka sehari-hari juga membuat terasi.

Kata “Cirebon” konon berasal dari kata “Cai” yang artinya “air” dan “Rebon” (Udang Rebon) yang merupakan bahan untuk membuat terasi.

Jika yang mendirikan Cirebon adalah Ki Gedeng Tapa, maka pendiri Kerajaan Cirebon adalah cucunya bernama Pangeran Cakrabuana (1430 – 1479) yang juga keturunan Penguasa Kerajaan Pajajaran.

Cakrabuana adalah putra pertama dari istri pertama Prabu Siliwangi yang yang juga putri dari Ki Gedeng Tapa yang bernama Subanglarang.

Sebagai putra mahkota, Pangeran Cakrabuana yang juga memiliki nama Raden Walangsungsang, semestinya mewarisi tahta Kerajaan Pajajaran.

Namun karena dia memeluk agama Islam, mengikuti agama yang dianut oleh ibunya, membuat Cakrabuana tersingkir dari tampuk kekuasaan dan Kerajaan Pajajaran.

Pada masa itu, sepeninggal Prabu Siliwangi, kerajaan Pajajaran dipimpin oleh Prabu Surawisesa (anak Prabu Siliwangi dari istri keduanya, Nyai Cantring Manikmayang).

Setelah pergi meninggalkan Pajajaran, Cakrabuana mendirikan sebuah padukuhan di kawasan Kebon Pesisir sekitar abad ke-15 – 16.

Di tempat itu pula pada tahun 1430 M, dia membentuk pemerintahan dan mendirikan Dalem Agung Pakungwati.

Nama Pakungwati diambil dari nama putrinya, yaitu Ratu Dewi Pakungwati yang kemudian diperistri Sunan Gunung Jati.

Foto By @adimaskurniawan_

Pernikahan antara Sunan Gunung Jati dengan Dewi Pakungwati ini melahirkan seorang putra yang bernama Pangeran Mas Zainul Arifin.

Cucu dari Cakrabuana inilah yang mendirikan Keraton Kasepuhan pada tahun 1529 M yang awalnya bernama Keraton Pakungwati.

Mengenal Keraton
❤️

Pasca terjadinya konflik internal keluarga istana pada tahun 1969, Kesultanan Cirebon terbagi menjadi dua.

Pertama, Kesultanan Kanoman yang menempati Keraton Kanoman yang didirikan Pangeran Mohammad Badridin yang bergelar Sultan Anom I pada tahun 1678 M dan Kesultanan Kasepuhan yang menempati Keraton Kasepuhan.

Ketika terjadi perpecahan tersebut, Kesultanan Kasepuhan dipimpin Sultan Maulana Pakuningrat XIII yang kemudian meninggal pada 30 April 2010 dan digantikan oleh Putranya.

Putranya bernama Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat dan beliau memimpin Kesultanan Kasepuhan sampai sekarang.

Foto By @mayanursyabani

Selain menjadi tempat tinggal keluarga Kesultanan Kasepuhan, bangunan keraton yang menempati lahan dengan luas 22 hektar, saat ini juga dijadikan sebagai destinasi wisata sejarah dan budaya.

Sama halnya dengan Keraton Yogyakarta, Surakarta atau Solo, Keraton Banten serta istana-istana peninggalan kerajaan-kerajaan pada zaman dulu yang hingga kini masih berdiri kokoh dan terpelihara dengan baik.

Sebagai objek wisata, Keraton Kasepuhan dapat dikunjungi wisatawan sejak buka pada jam 08.00 hingga 18.00.

Mereka yang berkunjung ke bangunan bersejarah ini dikenakan tiket masuk yang besarnya tergantung dari hari kunjungan dan asal wisatawan.

Pada hari Senin-Jumat, HTM bagi pelajar Rp.10.000, wisatawan domestik Rp.15.000 dan wisman Rp.50.000.

Lanjut:  6 Daftar Pilihan Gunung di Daerah Cirebon, Ada Yang Menjadi Tuan Rumah Edelweis

Sedang pada hari Sabtu, Minggu dan hari Libur, pelajar dikenakan tiket Rp.15.000, wisatawan domestik Rp.20.000 dan wisman Rp.70.000.

Foto By @ivan_gunawan

Jika ingin mengeksplorasi seluruh kawasan keraton wajib didampingi oleh pemandu wisata yang mengenakan pakaian adat, guna menjaga hal-hal yang tidak diinginkan terhadap benda-benda bersejarah di lingkungan keraton.

Tidak ada patokan harga yang pasti untuk jasa yang diberikan para pemandu tersebut, namun biasanya para pengunjung memberikan imbalan sebesar Rp.20.000 – Rp.50.000.

Gambaran secara singkat peta dari bangunan yang menghadap ke arah Utara ini, bagian depannya terdapat alun-alun.

Tempo dulu bernama Alun-alun Sangkala Buana yang setiap hari Sabtu digunakan untuk latihan keprajuritan, pentas perayaan dan acara kesultanan dan tempat rakyat mendengarkan pengumuman dari istana.

Di sebelah Barat bangunan terdapat masjid megah bernama Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang dibangun para wali. Sedang di Timur alun-alun terdapat pasar yang disebut Pasar Kasepuhan.

Napak Tilas Sejarah
❤️

Terdapat dua pintu gerbang untuk dapat memasuki area Keraton Kasepuhan yang hanya dapat dimasuki oleh wisatawan saat open hours, yaitu gerbang utama di sebelah Utara serta gerbang kedua di sisi Selatan kompleks bangunan.

Gerbang Utara berbentuk jembatan sehingga disebut “Kreteg Pangrawit” artinya “Jembatan Kecil” sedang gerbang kedua disebut “Lawang Sanga” dengan artian “Pintu Sembilan”.

Setelah melewati pintu gerbang, dua bangunan yang dapat dilihat adalah Pancaratna dan Pancaniti.

Pancaratna yang ada di sebelah Barat berukuran 8 x 8 meter dikelilingi pagar berteralis besi yang dulu dipakai untuk menghadap para pemimpin desa.

Sedang Pancaniti yang ukurannya sama dan juga berteralis besi ada di sebelah Timur yang dulu memiliki fungsi sebagai tempat pengadilan dan digunakan para perwira untuk melatih prajurit.

Foto By @loca.lola

Saat memasuki kompleks istana, pengunjung akan menjumpai bangunan tinggi yang dikelilingi tembok bata kokoh.

Bangunan yang bernama Siti Inggil (Tanah Tinggi) ini dibangun pada tahun 1529 saat pemerintah kerajaan dipegang oleh Sunan Gunung Jati.

Siti Inggil dilengkapi dengan dua gapura bermotif bentar dengan gaya arsitektur zaman Majapahit.

Gapura Sebelah Utara bernama Gapura Adi dan yang sebelah Selatan bernama Gapura Benteng.

Pada bagian bawah Gapura Benteng inilah dapat dibaca Candra Sangkala bertuliskan Kuta Bata Tinata Banteng yang yang memiliki arti angka tahun 1451.

Sedang di pelataran Siti Inggil terdapat bangunan tambahan untuk bersantai berupa meja batu berbentuk segi empat yang dibuat tahu 1800-an.

Pada kompleks Siti Inggil terdapat 5 bangunan yang masing-masing memiliki nama dan fungsi sendiri-sendiri.

Kelima bangunan tersebut adalah: Mande Malang Semirang yang menjadi tempat Sultan melihat pelaksanaan hukuman dan latihan keprajuritan.

Kedua, Mande Pendawa Lima yang menjadi tempat Pengawal Pribadi Sultan. Ketiga, Mande Pengiring untuk tempat Pengiring Sultan.

Ke-empat, Mande Semar Tinandu yang jadi tempat Penasihat Sultan dan kelima, Mande Karasemen yang digunakan sebagai tempat Penabuh Gamerlan.

Saat ini hanya Mande Karasemen saja yang masih difungsikan, yaitu untuk memainkan Gamelan Sekaten yang hanya ditabuh dua kali dalam setahun saat Idul Fitri dan Idul Adha.

Foto By @royhafidz1

Diantara area Siti Inggil dan Tajug Agung (Mushollah Besar) dibatasi tembok bata, begitu juga dengan Tajug Agung dengan area utama Keraton Kasepuhan.

Di dalam area utama istana yang tampak jelas dari depan, terdapat beberapa bangunan, diantaranya adalah: Taman Dewandaru yang bentuknya melingkar.

Dan di dalam taman ini terdapat Pohon Soko terbesar di Indonesia yang usianya sudah ratusan tahun, 2 Patung Macan Putih sebagai logo atau lambang Kerajaan Pajajaran, 2 bangku dan meja serta sepasang meriam bernama Ki Santomo dan Nyi Santoni.

Lanjut:  Beberapa Rekomendasi Villa di Cirebon Untuk Jadi Pilihan, Harga Sewa Termurah Mulai Rp.148.000

Di area utama istana ini pula terdapat bangunan induk keraton yang sampai sekarang masih digunakan oleh Sultan untuk melakukan berbagai kegiatan.

Bangunan Sri Manganti yang berfungsi sebagai tempat untuk menunggu keputusan raja, Lunjuk untuk melayani tamu sebelum menghadap raja, Tugu Manunggal, Museum Kereta.

Dan terakhir, Museum Pusaka yang merupakan bangunan terbaru yang diresmikan pada 10 Juni 2024.

Dengan sejumlah bangunan dan fasilitasnya, terdapat beberapa aktifitas menarik yang dapat dilakukan wisatawan di kompleks istana, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.

– Melihat benda-benda bersejarah peninggalan Jaman Pajajaran Akhir, Masa Pemerintahan Sunan Gunung Jati sampai dengan peninggalan Masa Kesultanan, mulai dari Sultan Sepuh I – Sultan Sepuh XIV.

Beberapa benda bersejarah tersebut diantaranya adalah 150 Naskah Kuna, mulai yang terbuat dari daun lontar sampai dengan daluang atau kertas yang saat itu didatangkan dari Eropa.

Isi dari Naskah Kuna tersebut berbagai macam, seperti Ajaran Tarekat, Sastra, Pengobatan, Ramalan, Jimat, dan sebagainya.

Selain itu juga dapat dilihat Baju Besi Prajurit Portugis yang merupakan hasil rampasan perang saat Fatahillah yang diperintah Sunan Gunung Jati menaklukkan Portugis di Sunda Kelapa (Jakarta).

Foto By @arsuka96

Benda-benda bersejarah tersebut dapat disaksikan di Museum Pusaka yang merupakan salah satu museum termodern di Indonesia karena dilengkapi audio visual, ruang souvenir, cafetaria serta 23 CCTV.

– Di Museum Kereta, wisatawan dapat melihat Kereta Kencana Singa Barong yang memiliki bentuk artistik dan merupakan perpaduan antara unsur budaya dan agama.

Keunikan dari Kereta Kencana ini, pada jamannya merupakan kereta tercanggih di Indonesia karena telah dilengkapi dengan sistem suspensi layaknya mobil, sehingga nyaman saat dikendarai.

Bentuk sayap yang menghiasi kereta juga dapat bergerak pada saat kereta berjalan sehingga dapat berfungsi sebagai kipas angin bagi raja yang duduk di dalam kereta.

– Di bangsal istana, pengunjung dapat melihat sebuah ruang mewah berhias lampu kristal, lukisan kuno, ukiran-ukiran berwarna hijau serta keramik-keramik dari China dan Eropa berusia 4 abad lebih yang menempel pada dinding ruangan.

– Sumur Agung yang ada di kompleks Keraton Kasepuhan menjadi salah satu tempat favorit yang banyak dikunjungi wisatawan.

Pasalnya, air dari sumur yang tidak pernah kering selama lebih dari 6 abad ini dulu dijadikan untuk mandi, minum dan berwudlu Sunan Gunung Jati serta para wali lainnya.

Saat ini sumur tersebut masih tetap difungsikan untuk berbagai upacara royal tradition, seperti Midodareni, Siraman Tujuh Bulan dan lainnya.

Dengan melakukan napak tilas, menjelajah ruang demi ruang dan bangunan demi bangunan di Keraton Kasepuhan Cirebon, pengunjung tidak hanya akan dibawa ke masa 4-6 abad yang lalu.

Tapi juga akan disadarkan akan kebesaran bangsa ini disaat masih terpecah-pecah menjadi beberapa wilayah dibawah pemerintahan Kerajaan dan Kesultanan, salah satunya adalah Kerajaan Cirebon. (*)


Tinggalkan komentar

error: Content is protected !!